Sejarah Singkat Cadas Pangeran



“Cadas Pangeran” adalah suatu tempat yang dibangun rakyat Sumedang atas jajahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda yaitu Herman Williem Daendels atau yang dikenal Pangeran Daendels pada tahun 1809. Pemberian nama ini terkait dengan pembangunan Jalan Raya Pos Daenles karena medan yang berbatu cadas. Banyak rakyat Sumedang yang tewas akibat pembuatan jalan tersebut. Hingga membuat Bupati Sumedang, Pangeran Kusumadinata IX atau yang dikenal Pangeran Kornel marah dan memprotes kekejaman Daendels tersebut dalam pembagunan itu.

Pembangunan jalan Jalur Anyer-Panarukan dibangun mula-mula sebagai jalan raya pos yang menghubungkan Pulau Jawa pada tahun 1809. Proyek jalan itu tak membutuhkan waktu lama, hanya membutuhkan waktu sekitar satu tahun. Keberhasilan Daendels itu tak lepas dari penderitaan ratusan ribu warga Jawa yang disuruh kerja paksa atau rodi tanpa bayaran sepeser pun. Banyak rakyat yang menentang Daendels meski nyawa menjadi taruhan. Namun, tak seluruh rakyat memberontak terhadap kehendak Daendels tersebut. Tak terhitung lagi, ribuan pribumi yang tewas, baik yang melawan maupun meninggal dunia akibat kekejaman kerja rodi itu. Daendels sangat terkenal dengan kekejamannya dan berlaku sangat keras terhadap pekerja-pekerjanya, hal itu sangat disukai  oleh Kaisar Prancis Napoleon yang saat itu menguasai kerajaan Belanda. Tetapi bangsa Indonesia sangat membenci kekejian Daendels tersebut dan memberinya julukan “Mas Galak” atau “Mas Guntur”.

Dalam proyek jalan ini, ribuan pekerja rodi yang meninggal paling banyak terjadi di kawasan antara Bandung-Sumedang sepanjang kurang lebih 3 km. Di daerah tersebut memang memiliki medan yang berbukit cadas dan rawan longsor. Bila tak hati-hati, banyak pekerja yang mati ketimbun tanah longsor maupun tertimpa batu-batu besar. Banyak pula yang terjatuh ke jurang dan terjebak di jurang selama pembangunan jalan itu. Dan banyak sejumlah binatang buas yang memangsa pekerja rodi pada saat kelelahan dimalam hari.

Kabar mengenai kekejaman Daendels kepada rakyat Sumedang itu membuat Bupati Sumedang menjadi tergugah dan sangat marah, yaitu Pangeran Kusumahdinata IX atau lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Kornel. Dia merasa terpanggil untuk membela rakyatnya dari tindasan Daendels. Pangeran Kornel segera mengutus beberapa orang kepercayaannya untuk melihat keadaan rakyatnya ke lokasi pembuatan jalan yang masih berupa hutan belantara, bercadas keras dengan berbagai binatang buas yang masih berkeliaran itu. Setelah meneliti keadaan di lapangan, orang-orang suruhan Pangeran Kornel mengungkapkan bahwa kondisi para pekerja paksa sangat memprihatinkan. Bahkan, mereka hanya mempergunakan peralatan yang sangat sederhana. Selain kurang peralatan, hambatan lain dalam pembuatan jalan itu adalah perbekalan yang tak mencukupi. Tak heran, buruh rodi banyak terjangkit penyakit, seperti malaria. Gangguan binatang buas dan hawa dingin yang menusuk di malam hari, turut menambah kesengsaraan para pekerja.

Atas kenyataan itulah, Pangeran Kornel berencana secara terang-terangan melawan Daendels di hadapan para pekerja. Akhirnya, hingga pada suat hari terlihat dari kejauhan Daendels menunggang kuda dengan didampingi oleh pasukannya. Daendels memang secara rutin kerap mengawasi pembuatan jalan di daerah bercadas tersebut. Pangeran Kornel mencegat rombongan Daendels tersebut. Tentu saja Daendels kegirangan melihat kedatangan disambut sendiri Bupati Sumedang tersebut. Tanpa rasa curiga, dia segera mengulurkan tangan kepada Pangeran Kornel. Betapa terkejutnya Daendels, saat Pangeran Kornel menyambut ulurannya dengan tangan kiri. Tak Cuma itu penguasa Sumedang ini juga menghunus keris Naga Sastra di tangan kanannya.

Pangeran Kornel terus manatap lawannya. Sontak, keangkuhan Daendels luntur seketika. Dia pun terheran-heran dengan perlakuan dari Bupati Sumedang itu. Setelah hilang rasa kagetnya, Daendels bertanya kepada Pangeran Kornel mengenai sikapnya itu. Tanpa perasaan takut, Pangeran Kornel mejawab bahwa pekerjaan yang dibebankan kepada rakyat Sumedang terlalu kejam dan terlalu berat bagi rakyat Sumedang. Hingga akhirnya Pangeran Kornel menantang Daendels duel satu lawan satu. Layaknya seorang ksatria, Pangeran Kornel berkata bahwa dia lebih baik berkorban sendiri ketimbang harus megorbankan rakyat Sumedang yang tak berdosa.

Mendengar alasan yang tegas dan jelas tersebut, serta sadar akan situasi yang tidak menguntungkan baginya, Daendels pun luluh keberaniannya. Kemudian Daendels berjanji akan mengambil alih pekerjaan pembuatan jalan oleh Pasukan Zeni Belanda. Sedangkan rakyat Sumedang diperkenankan hanya membantu saja.

Ternyata itu hanyalah akal-akalan Daendels. Buktinya, beberapa hari kemudian, dia membawa ribuan pasukan Kompeni dan hendak menumpas perlawanan Pangeran Kornel. Pertempuran pun berkecamuk disana. Rakyat Sumedang serta merta angkat senjata membantu junjunan mereka. Lantaran kekuatan yang tak seimbang, akhirnya tentara penjajah berhasil memadamkan pemberontakan Pangera Kornel dengan memakan korban yang tak sedikit. Sedangkan Pangeran Kornel yang gagah berani itu gugur diujung bedil pasukan Belanda. Semenjak itulah, jalan yang melintasi medan berbukit itu di namakan Cadas Pangeran.




Penulis :

Kami berupaya memberikan konten yang menarik dan original. Semoga bermanfaat.
Jangan Lupa Komentar yaa :)